dimanche 6 octobre 2013

Cerita Tentang Guru Bahasa Inggris

Ada satu quote dari William Arthur Ward yang selalu terngiang di telinga saya setiap kali mendengar kata "guru": "The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires."

Saat saya menuliskan ini, status saya bukanlah lagi pelajar. Setidaknya bukan lagi pelajar di sebuah institusi pendidikan. Saya sudah menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun, saya sudah lulus dari SMA, saya sudah menyelesaikan studi S1 saya, dan bahkan saya sudah menjadi wanita karir walaupun bukan berarti saya berhenti menjadi pembelajar. Toh walaupun saat ini tidak ada guru yang mengajari saya tentang bagaimana sebaiknya saya bekerja, ada pengalaman yang mengajarkan saya banyak hal. Bukankah banyak yang mengatakan bahwa guru terbaik adalah pengalaman? Tetapi tetap saja menurut saya, peran serta guru tentunya tidak bisa diabaikan begitu saja.


Seperti yang saya tulis sebelumnya, "The great teacher inspires." Sudah berapa banyak guru yang pernah mengajar saya sejak saya TK dulu hingga saat ini. Dan, tidak bisa saya pungkiri beberapa dari mereka adalah guru yang sangat hebat dan berhasil menginspirasi saya.

Kalau ada yang pernah membaca buku karangan Mitch Albom yang berjudul "Tuesdays with Morrie", pasti mengerti apa yang dimaksud dengan guru sebagai sosok yang menginspirasi. Saya nggak punya cerita yang begitu menyentuh dengan guru-guru yang pernah mengajar saya seperti Morrie yang begitu menginspirasi Mitch Albom dan bahkan menginspirasi jutaan orang di dunia seiring dengan diterbitkannya buku itu. Namun, saya punya guru-guru hebat yang begitu menginspirasi saya. Salah satu guru yang begitu menginspirasi saya adalah guru Bahasa Inggris saya di tempat les, namanya Indri.

Karena tempat les Bahasa Inggris saya adalah institusi yang cukup banyak mengadopsi budaya Barat, maka kami para murid tidak memanggil guru kami dengan prefix "Bu", "Pak", "Miss",  "Mrs", ataupun "Mr". Semua guru di sana dipanggil hanya dengan nama depannya, termasuk Indri. Mungkin dikarenakan hal itu juga, kami para murid merasa sangat dekat dan akrab dengan Indri.

Tidak pernah terlintas di pikiran saya untuk menjadi guru sebelum saya diajar oleh Indri. Saya tidak bisa membayangkan diri saya menjadi sosok yang tegas, kaku dan ditakuti oleh murid-murid saya. Karena sebelum saya belajar dengan Indri, itulah sosok kebanyakan guru di mata saya. Tetapi, Indri membuat semua pandangan saya berubah.

Saya masih ingat, saat itu saya masih berumur 14 tahun. Untuk ukuran anak berusia 14 tahun, Bahasa Inggris saya dinilai sangat baik, guru-guru Bahasa Inggris saya di sekolah selalu memuji betapa pintarnya saya berbahasa inggris. Sayangnya, saya nggak pernah berani untuk berbicara Bahasa Inggris. Grammar saya bagus, kosakata saya banyak, tetapi saya lebih memilih diam karena saya takut salah, saya takut pengucapan saya terdengar aneh. Singkat kata, saya sama sekali nggak percaya diri.

Ketika saya memasuki kelas yang diajar oleh Indri, awalnya saya pun diam seperti biasa. Menjawab sependek mungkin kalau ditanya, nggak pernah mau menjadi spoke person di dalam grup, dan cuma berani maju ke depan kelas setelah dipaksa. Tetapi, Indri nggak pernah sekalipun melupakan bahwa saya ada di kelas, sehingga saya selalu merasa saya adalah bagian dari kelas itu.

Kelas Indri sangat berbeda dengan kelas lain yang pernah saya masuki. Indri selalu membawa keceriaan di dalam kelas. Bahkan ketika kami harus beranjak dari satu bab ke bab selanjutnya, kami nggak merasa terbebani dengan semakin banyaknya hal yang harus kami pelajari, kami justru penasaran hal apa lagi yang akan Indri lakukan untuk mengajar kami. Karena kami dan Indri sangat dekat, kadang di kelas sering terlontar pertanyaan meminta komentar dan opini dari kelas yang nggak berhubungan dengan materi pelajaran, kebanyakan murid bakalan berebut untuk menjawab selain saya. Setelah murid-murid aktif itu mengemukakan opini mereka dalam Bahasa Inggris, Indri kemudian akan menoleh ke arah saya dan berkata, "What about you, Ajeng? Haven't heard a word from you today." Saya hanya akan tersenyum kikuk dan menjawab pendek. Tetapi Indri tidak pernah kapok mengikutsertakan saya di dalam kelas. Hal itulah yang lama kelamaan membuat saya mulai mencair. Selama ini saya selalu berpikir murid yang aktif lah yang akan selalu menjadi pusat perhatian, murid yang terpintarlah yang mendapatkan perhatian lebih. Murid-murid seperti saya ini pada akhirnya hanya akan menjadi pengunjung rutin di dalam kelas. Kalo si murid pendiam ini menjawab salah kemudian akan dianggap wajar karena mungkin saja selama ini dia diam karena tidak memperhatikan. Hal ini tidak berlaku di kelas Indri. Semua murid sama-sama butuh diperhatikan, mungkin dengan cara yang berbeda, mungkin dengan kuantitas yang berbeda, dan Indri tahu takaran yang cukup untuk setiap muridnya.

Setelah satu setengah bulan saya diajar oleh Indri, kelas kami harus menjalani "progress test" dalam dua bentuk yaitu written test dan oral test. Test ini diadakan untuk mengetahui apakah guru kami mengajar dengan efektif dalam jangka waktu satu setengah bulan. Written test saya lewati dengan cukup mudah dan yakin namun ketika tiba giliran saya untuk masuk ke ruangan dan menghadapi oral test saya jadi tegang bukan main tetapi tidak ada pilihan lain selain masuk ke ruangan dan menghadapi oral test dengan Indri.

Begitu saya masuk ke dalam kelas, Indri sudah duduk di salah satu kursi di dalam kelas dan mempersilakan saya duduk disampingnya. Dimulailah oral test tersebut. Ternyata oral test tidak semenyeramkan yang saya bayangkan. Intinya saya hanya bercerita, tentang hal-hal yang simple, seperti buku kesukaan, film, gosip artis dan hal-hal keseharian lainnya. Setelah 10 menit di dalam ruangan, Indri memberitahu bahwa testnya sudah selesai. Sesaat sebelum saya beranjak dari kursi, Indri tiba-tiba berkata, "You know what, Ajeng? I have always known this since the first time you entered the class." saya langsung membatalkan niat saya untuk bangkit dan kembali duduk, "Know about what?" tanya saya. Indri tersenyum dan menjawab, "I knew that you're a bright student. But you don't shine. Don't be shy, just shine". Saya hanya tertawa kecil melihat ekspresi Indri saat itu yang terlihat sangat lucu, kemudian saya bertanya lagi, "How could you say that? I don't involve much in class". Indri masih dengan tersenyum menjawab, "Ajeng, teachers are not simply teaching students. We are not just telling you about grammar formulas, or how to pronounce this and that. We have this one hope. Do you know our hope?" Aku menggeleng dan Indri melanjutkan, "We always hope our students get better and better. We hope our students would be even much better than us and they can share their knowledge to more people. And to make our students get better, we should know them personally, understand them. We cannot make sure that you will remember every single thing we teach in class, but I hope you remember that it is nice to have someone who want to know more about you, try to understand you. You might forget those grammar I've explained. You might forget those conversation practice we had in class. But, I believe, if you have a good time here in class, you feel that you belong here, you know that you're part of it, you will get something more than what you've got in class."

Saya keluar dari kelas dengan sedikit tersenyum. Saya merasa omongan Indri memang benar adanya. Akhir-akhir ini, saya memang sudah mulai berani berbicara di dalam kelas karena saya tahu saya berbicara di depan teman-teman saya dan mereka tidak akan mencibir ketika saya salah mengucap kata. Mungkin saya nanti akan lupa beberapa grammar yang diajarkan, atau mungkin saya masih akan beberapa kali salah mengucap kata dalam Bahasa Inggris. Tapi, saya tidak akan lupa bahwa tidak ada salahnya untuk berani berbicara di depan banyak orang. Tidak semenyeramkan itu kok. 


Saya nggak pernah punya kesempatan untuk bilang makasih ke Indri, but now, let me point it out. Thanks Indri for being such an inspiring teacher for me. You were right I might forget couple things that you taught but the way you taught me? How can I forget them all? Once again, thanks Indri. Thank you so much.

From your student you will always admire you.