mardi 27 mai 2014

Welcome Back, Anak Sapi!

Hai! Hai! Apa kabar? Kasian juga blog saya yang satu ini, dicuekin mulu sama saya. Ya maklumlah, saya sekarang ini lebih sering menjelma sebagai manusia daripada menjadi Anak Sapi, yang walaupun saya akui bahwa jadi Anak Sapi lebih asik sih. Well, mungkin nggak se-asik itu juga, tapi ya saya memang sok asik jadi anggep aja saya asik ya!

Sekarang ini saya udah dua tahun kerja jadi tukang jualan oli dan sekarang saya jadi lebih dikenal dengan sebutan 'gadis pelumas' instead of Anak Sapi. Oh, how I miss my old nickname. Apalagi nama 'gadis pelumas' itu somehow kok agak kedengeran negatif ya di telinga saya? Ah, ya sudahlah ngapain dipikirin, yang penting cara nyari duitnya masih halal. Betul tidak? Tapi sekarang saya udah punya nama beken baru loh di dunia maya. Iya, iya, saya tau saya aslinya nggak beken tapi kalau googling nama saya pake nama beken saya itu pasti langsung ketemu deh! Dijamin! Apaan emang nama bekennya, Pi? Ada deeeeehh! Hahahaha kesel nggak?

OK, jadi saat ini saya lagi bingung. Sebenernya saya punya 3 blog. Ada blogspot (blog yang sekarang lagi kamu baca), ada tumblr, dan ada wordpress. Yang bikin saya bingung adalah: enaknya blognya untuk apa ya? Hahahaha. Kalau ada yang kenal saya pasti tau lah alamat dua blog yang lain itu dan pasti tau isinya apa aja. Sekedar bocoran buat kamu yang nggak tau, blog di tumblr saya udah acak-adut banget. Nggak jelas isinya. Ada yang cuma sekedar reblog, ada curhatan nggak penting saya, ada cerpen-cerpen dan puisi, dan banyak macam-macam lainnya. Sementara blog wordpress saya ya sudah lama banget terbengkalai. Awalnya saya mau bikin blog serius yang bahas tentang isu-isu hubungan internasional di blog itu (ya, walaupun mungkin saya sering keliatan tulalit, tapi gini-gini saya juga lulusan dari hubungan internasional yang paling kece di negeri ini loh!). Tapi, ternyata saya nggak sepinter itu untuk bikin tulisan serius, jadi ya terlantar begitu saja dan ga jelas juga isinya apa, malah nggak ada hubungannya sama hubungan internasional sama sekali.

Terus? Kalau blog ini gimana? Sejujurnya ini adalah blog yang paling nggak jelas isinya apa. Tapi ya, berhubung nggak banyak orang yang ngeh dengan identitas Anak Sapi di tahun 2014 ini, saya merasa aman aja kalau nulis apapun itu yang mau saya tulis. Well, at least HR kantor saya sepertinya nggak akan bisa nemuin blog ini hahahaha.

Nah, sebelum makin ngawur, mungkin ada baiknya saya mulai mikirin apa yang seharusnya saya tulis di blog ini. Walaupun kata beberapa orang blog is to express, not to impress tapi tetep aja, identitas saya di sini kan Anak Sapi, kalau saya terlalu ekspresif nanti ketauan banget dong saya siapa. Dududududu. Well, yang jelas sih satu hal: blog Anak Sapi ini bakalah berisi banyak curhatan nggak penting saya tentang keseharian saya yang biasa banget. Iya, biasa banget! What do you expect sih dari pegawai biasa seperti saya yang kerjaannya kerja dari pagi sampe malem on weekdays, dan tidur kaya mayat on weekend. Yeah, peeps! That's how I spend my life in these last two years. Pathetic? Not at all, at least saya belajar bersyukur. Cailah! Gayamu, Piiii!! Tadinya saya kepikiran untuk bikin review tentang tempat nongkrong asik nan kece di Jakarta. Tapi, kayanya makin tua saya makin jarang nongkrong. Sepertinya faktor usia memang ngaruh banget ya ke badan saya yang kayanya berusia 3 kali dari usia asli saya. Yah, beginilah di umur saya yang (masih) 24 tahun ini, saya sering sakit punggung dan sakit lutut juga penglihatan makin kabur, udah kaya umur 72 tahun kan? Sedih deh nulisnya. Mungkin udah saatnya saya kembali bergaul dengan anak-anak muda karena setiap hari saya merasa semakin tua. Hiks.

Nah, kalau kamu lagi iseng blog walking dan nemuin blog ini, dan kamu nyari sesuatu yang inspiratif di sini kayanya kamu salah alamat deh. Sebelum kamu tersesat lebih jauh kemudian nyesel udah menghabiskan beberapa menit kamu yang berharga, mending kamu segera cuss karena blog ini dijamin nggak akan serius (kecuali postingan saya tentang guru Bahasa Inggris saya). Tapi, kalau kamu cuma sekedar pengen tahu gimana sih kehidupan anak sapi yang dulunya penyiar (belum) kondang di Kota Bandung yang kemudian alih profesi jadi tukang jual oli, kamu berada di tempat yang tepat! Hahahahha!

So, I am so gonna back writing in this blog again (hopefully). Maklum, orang macam saya seringnya anget-anget tai ayam. Bahkan tai ayam kehangatannya lebih lama daripada saya. Dudududu, kenapa jadi ngomongin tai ayam ya? Ya abaikan saja! Postingan ini juga cuma sampai di sini kok. Sampai jumpa di tulisan berikutnya yang belum pasti kapan nongolnya hahahahaha!

dimanche 6 octobre 2013

Cerita Tentang Guru Bahasa Inggris

Ada satu quote dari William Arthur Ward yang selalu terngiang di telinga saya setiap kali mendengar kata "guru": "The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires."

Saat saya menuliskan ini, status saya bukanlah lagi pelajar. Setidaknya bukan lagi pelajar di sebuah institusi pendidikan. Saya sudah menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun, saya sudah lulus dari SMA, saya sudah menyelesaikan studi S1 saya, dan bahkan saya sudah menjadi wanita karir walaupun bukan berarti saya berhenti menjadi pembelajar. Toh walaupun saat ini tidak ada guru yang mengajari saya tentang bagaimana sebaiknya saya bekerja, ada pengalaman yang mengajarkan saya banyak hal. Bukankah banyak yang mengatakan bahwa guru terbaik adalah pengalaman? Tetapi tetap saja menurut saya, peran serta guru tentunya tidak bisa diabaikan begitu saja.


Seperti yang saya tulis sebelumnya, "The great teacher inspires." Sudah berapa banyak guru yang pernah mengajar saya sejak saya TK dulu hingga saat ini. Dan, tidak bisa saya pungkiri beberapa dari mereka adalah guru yang sangat hebat dan berhasil menginspirasi saya.

Kalau ada yang pernah membaca buku karangan Mitch Albom yang berjudul "Tuesdays with Morrie", pasti mengerti apa yang dimaksud dengan guru sebagai sosok yang menginspirasi. Saya nggak punya cerita yang begitu menyentuh dengan guru-guru yang pernah mengajar saya seperti Morrie yang begitu menginspirasi Mitch Albom dan bahkan menginspirasi jutaan orang di dunia seiring dengan diterbitkannya buku itu. Namun, saya punya guru-guru hebat yang begitu menginspirasi saya. Salah satu guru yang begitu menginspirasi saya adalah guru Bahasa Inggris saya di tempat les, namanya Indri.

Karena tempat les Bahasa Inggris saya adalah institusi yang cukup banyak mengadopsi budaya Barat, maka kami para murid tidak memanggil guru kami dengan prefix "Bu", "Pak", "Miss",  "Mrs", ataupun "Mr". Semua guru di sana dipanggil hanya dengan nama depannya, termasuk Indri. Mungkin dikarenakan hal itu juga, kami para murid merasa sangat dekat dan akrab dengan Indri.

Tidak pernah terlintas di pikiran saya untuk menjadi guru sebelum saya diajar oleh Indri. Saya tidak bisa membayangkan diri saya menjadi sosok yang tegas, kaku dan ditakuti oleh murid-murid saya. Karena sebelum saya belajar dengan Indri, itulah sosok kebanyakan guru di mata saya. Tetapi, Indri membuat semua pandangan saya berubah.

Saya masih ingat, saat itu saya masih berumur 14 tahun. Untuk ukuran anak berusia 14 tahun, Bahasa Inggris saya dinilai sangat baik, guru-guru Bahasa Inggris saya di sekolah selalu memuji betapa pintarnya saya berbahasa inggris. Sayangnya, saya nggak pernah berani untuk berbicara Bahasa Inggris. Grammar saya bagus, kosakata saya banyak, tetapi saya lebih memilih diam karena saya takut salah, saya takut pengucapan saya terdengar aneh. Singkat kata, saya sama sekali nggak percaya diri.

Ketika saya memasuki kelas yang diajar oleh Indri, awalnya saya pun diam seperti biasa. Menjawab sependek mungkin kalau ditanya, nggak pernah mau menjadi spoke person di dalam grup, dan cuma berani maju ke depan kelas setelah dipaksa. Tetapi, Indri nggak pernah sekalipun melupakan bahwa saya ada di kelas, sehingga saya selalu merasa saya adalah bagian dari kelas itu.

Kelas Indri sangat berbeda dengan kelas lain yang pernah saya masuki. Indri selalu membawa keceriaan di dalam kelas. Bahkan ketika kami harus beranjak dari satu bab ke bab selanjutnya, kami nggak merasa terbebani dengan semakin banyaknya hal yang harus kami pelajari, kami justru penasaran hal apa lagi yang akan Indri lakukan untuk mengajar kami. Karena kami dan Indri sangat dekat, kadang di kelas sering terlontar pertanyaan meminta komentar dan opini dari kelas yang nggak berhubungan dengan materi pelajaran, kebanyakan murid bakalan berebut untuk menjawab selain saya. Setelah murid-murid aktif itu mengemukakan opini mereka dalam Bahasa Inggris, Indri kemudian akan menoleh ke arah saya dan berkata, "What about you, Ajeng? Haven't heard a word from you today." Saya hanya akan tersenyum kikuk dan menjawab pendek. Tetapi Indri tidak pernah kapok mengikutsertakan saya di dalam kelas. Hal itulah yang lama kelamaan membuat saya mulai mencair. Selama ini saya selalu berpikir murid yang aktif lah yang akan selalu menjadi pusat perhatian, murid yang terpintarlah yang mendapatkan perhatian lebih. Murid-murid seperti saya ini pada akhirnya hanya akan menjadi pengunjung rutin di dalam kelas. Kalo si murid pendiam ini menjawab salah kemudian akan dianggap wajar karena mungkin saja selama ini dia diam karena tidak memperhatikan. Hal ini tidak berlaku di kelas Indri. Semua murid sama-sama butuh diperhatikan, mungkin dengan cara yang berbeda, mungkin dengan kuantitas yang berbeda, dan Indri tahu takaran yang cukup untuk setiap muridnya.

Setelah satu setengah bulan saya diajar oleh Indri, kelas kami harus menjalani "progress test" dalam dua bentuk yaitu written test dan oral test. Test ini diadakan untuk mengetahui apakah guru kami mengajar dengan efektif dalam jangka waktu satu setengah bulan. Written test saya lewati dengan cukup mudah dan yakin namun ketika tiba giliran saya untuk masuk ke ruangan dan menghadapi oral test saya jadi tegang bukan main tetapi tidak ada pilihan lain selain masuk ke ruangan dan menghadapi oral test dengan Indri.

Begitu saya masuk ke dalam kelas, Indri sudah duduk di salah satu kursi di dalam kelas dan mempersilakan saya duduk disampingnya. Dimulailah oral test tersebut. Ternyata oral test tidak semenyeramkan yang saya bayangkan. Intinya saya hanya bercerita, tentang hal-hal yang simple, seperti buku kesukaan, film, gosip artis dan hal-hal keseharian lainnya. Setelah 10 menit di dalam ruangan, Indri memberitahu bahwa testnya sudah selesai. Sesaat sebelum saya beranjak dari kursi, Indri tiba-tiba berkata, "You know what, Ajeng? I have always known this since the first time you entered the class." saya langsung membatalkan niat saya untuk bangkit dan kembali duduk, "Know about what?" tanya saya. Indri tersenyum dan menjawab, "I knew that you're a bright student. But you don't shine. Don't be shy, just shine". Saya hanya tertawa kecil melihat ekspresi Indri saat itu yang terlihat sangat lucu, kemudian saya bertanya lagi, "How could you say that? I don't involve much in class". Indri masih dengan tersenyum menjawab, "Ajeng, teachers are not simply teaching students. We are not just telling you about grammar formulas, or how to pronounce this and that. We have this one hope. Do you know our hope?" Aku menggeleng dan Indri melanjutkan, "We always hope our students get better and better. We hope our students would be even much better than us and they can share their knowledge to more people. And to make our students get better, we should know them personally, understand them. We cannot make sure that you will remember every single thing we teach in class, but I hope you remember that it is nice to have someone who want to know more about you, try to understand you. You might forget those grammar I've explained. You might forget those conversation practice we had in class. But, I believe, if you have a good time here in class, you feel that you belong here, you know that you're part of it, you will get something more than what you've got in class."

Saya keluar dari kelas dengan sedikit tersenyum. Saya merasa omongan Indri memang benar adanya. Akhir-akhir ini, saya memang sudah mulai berani berbicara di dalam kelas karena saya tahu saya berbicara di depan teman-teman saya dan mereka tidak akan mencibir ketika saya salah mengucap kata. Mungkin saya nanti akan lupa beberapa grammar yang diajarkan, atau mungkin saya masih akan beberapa kali salah mengucap kata dalam Bahasa Inggris. Tapi, saya tidak akan lupa bahwa tidak ada salahnya untuk berani berbicara di depan banyak orang. Tidak semenyeramkan itu kok. 


Saya nggak pernah punya kesempatan untuk bilang makasih ke Indri, but now, let me point it out. Thanks Indri for being such an inspiring teacher for me. You were right I might forget couple things that you taught but the way you taught me? How can I forget them all? Once again, thanks Indri. Thank you so much.

From your student you will always admire you.

lundi 8 octobre 2012

The Border

Banyak yang bilang, namanya persahabatan itu nggak dibatasin sama apapun. Apalagi kalau temenannya udah bertahun-tahun. I thought so. Tapi nggak berlaku untuk saya deh kayanya. Saya yang pada dasarnya gampang ngambek, memang nggak cocok temenan sama orang yang ngomongnya kaya silet.

Saya ini orang yang sangat moody. Ketika saya mendapati diri saya cranky di pagi hari, itu bisa amat sangat merusak hubungan saya dengan seseorang. Seperti kejadian hari ini. Pagi-pagi saya bangun dengan emosi yang meledak-ledak karena saya kesiangan, ditambah lagi teman saya pagi-pagi sudah berkali-kali bilang, "aduh, pusing", "aduh, stress", "aduh, bt". Dan berhubung saya bukanlah teman yang pengertian, bukannya bantu menenangkan teman saya, saya malah jadi emosi sendiri. Saya juga sebel saya kesiangan, saya sebel kerjaan saya belum selesai, saya pusing kerjaan saya numpuk, dan saya lagi nggak pengen diajak diskusi apalagi menenangkan orang. Jangankan menenangkan orang lain, saya aja nggak bisa menenangkan diri saya sendiri. Dari akumulasi itu semua, ketika temen saya minta saran (yang sebenernya bukan bener-bener meminta saran, melainkan cuma minta ditenangin) saya malah dengan seenaknya bilang saya nggak mau tau karena saya sudah resign jadi manager grup yang lagi dia pusingin itu. Meledaklah teman saya ini, saya nggak terima juga disalahin. Biarin aja, saya lagi pengen egois kok. I love to accommodate sih, tapi at some point saya pengen saya yang di-accommodate, atau kalo nggak di-accommodate, diem aja urusin urusan masing-masing. Jangan saling rely on ke yang lain.

Tapi, karena tadi posisinya baik saya ataupun teman saya sama-sama pengen di-accommodate, jadinya malah berantem, dan saya nggak terima disalahin, saya ngambek, dia kesel, berantem. Dan, HP saya diambil sama dia (lho kok nyambung ke sini hahaha). Tapi intinya masalah nggak selesai. Tapi berhubung sekarang saya udah tenang, jadi bisa berpikir jernih sih. Habis ini mau ketemuan sama teman saya, mau ngomongin ini baik-baik. Dan tetep mengundurkan diri dari posisi manager. Saya makin yakin kalo status "manager" itu malah jadi batasan antara pertemanan saya sama dia dan profesionalitas dia sebagai entertainer. Lesson learned adalah, lebih baik saya bantu-bantu aja tanpa jadi manager ataupun music director.

mardi 14 août 2012

Petualangan The 'Cheap Labor' - First 3 Months

Hai anak sapi muncul dengan cerita baru, kakaaaa! (Apa sih, Pi??)

Sejak November 2011 yang lalu, saya memulai petualangan saya di Jakarta. Ibu Kota itu ternyata berat, Sobat! Kalau saya buat timeline selama tujuh bulan ini saya di Jakarta, mungkin kurang lebih seperti ini:

  • 3 Bulan Pertama: Adaptasi
  • Bulan ke 4-6: Mencoba menikmati
  • Bulan ketujuh: Mana kehidupan saya?
Kalau saya nulis kaya gini, mungkin kesannya saya berlebihan, drama, nggak bisa bersyukur, susah beradaptasi. Tapi, untuk saya memang seberat itu lah Jakarta jika dibandingkan dengan Bandung. Mari kita intip timeline saya satu per satu.

Di tiga bulan pertama saya di Jakarta memang benar-benar masa adaptasi. Terlalu banyak hal baru dimulai ketika saya (sok) memantapkan diri saya untuk meninggalkan Bandung dan dunia yang saya cinta ke Jakarta untuk meniti karir. Satu hal yang pasti adalah saya harus menyesuaikan diri dengan cuaca. Yes, cuaca. Simple tapi penting untuk saya yang sudah 21 tahun hidup di Bandung yang adem. Walaupun banyak orang yang mulai protes kalau Bandung sudah nggak se-sejuk dulu (kalau dipikir-pikir, ngapain pada protes sih? Salah siapa coba Bandung jadi nggak se-sejuk dulu? Ya salah kita semua lah), tapi tetep aja dibandingin sama Jakarta, Bandung is still heavenly comfortable. Saya masih bisa kok hidup tanpa AC di Kota Bandung. Tapi ketika saya sok kuat dan nekat tinggal di kos-kosan tanpa AC, rasanya saya mau mati dehidrasi. Bahkan nggak sedikit orang nggak percaya kalo saya bener-bener tinggal di kosan tanpa AC. Kebanyakan dari mereka akan komentar, "Jeng? Are you insane? Living in Jakarta without AC and you come from Bandung? You must be out of your mind." Saya sih cuma sok tabah dan sok kuat sambil sok mengangguk mantap, "Not that bad, kok." Padahal setiap kali sampai kosan saya cranky setengah mati gara-gara kepanasan.

Selain cuaca, saya juga harus menyesuaikan diri dengan tingkah polah orang Jakarta. Saya selalu mencoba untuk nggak men-generalized orang berdasarkan daerah. Tapi, coba deh jawab pertanyaan saya dengan jujur, kamu suka curiga nggak sih sama orang-orang di sekeliling kamu ketika di dalam Bus Trans Jakarta? Kalau kamu pulang malem, seandainya memang ada duit pasti lebih milih naik taksi kan daripada naik angkot? Selain karena merasa lebih nyaman naik taksi, pasti kamu juga ngerasa jauh lebih aman naik taksi dari pada naik angkot atau bus atau Trans Jakarta, kan? Ya begitulah, sejak saya di Jakarta saya jadi lebih su'udzon. Mungkin karena memang Jakarta terkenal dengan kriminalitas tinggi kali ya, dan orang-orang di Jakarta kebanyakan orang-orang stress, jadi nggak begitu ramah. Yes, peeps, mereka stress. Coba aja kamu bayangin jadi orang yang hidup di Jakarta. Berangkat dari rumah ke kantor kena macet. Stress. Sampai kantor dan mulai kerja. Stress. Pulang kantor ke rumah kena macet lagi. Stress. Gila, kapan bahagianya coba orang-orang itu. Makanya kebanyakan dari mereka lupa basa-basi, atau try being nice. Udah sumpek sepertinya. Mereka juga selalu dikejar-kejar waktu sehingga kadang kalau kita butuh bantuan di mana orang-orangnya nggak kita kenal, mereka bantuin cuma ala kadarnya. Jarang banget ada orang yang berhenti jalan agak lama ketika ada sesorang yang nanya. Sekalipun mereka berhenti, liat deh arah kakinya. Nggak menghadap orang yang lagi nanya. Basically, cuma kepalanya yang nengok dan badannya agak dimiringin sedikit. Kalau seandainya bisa ngomong sambil terus jalan, ya itulah yang bakalan dilakuin.

Saya juga nggak kuat macetnya Jakarta. Saya orangnya sebenernya cukup pengen tau banyak hal sih. Walaupun cuma sedikit, jiwa adventurer saya tetep ada kok. Tapi dengan load kerjaan saya ditambah lagi macetnya Jakarta bikin waktu saya kebuang di Jalan, yang ada saya tambah stress. Padahal kan niat saya jalan-jalan untuk melepas penat. Memang paling bener untuk melepas penat itu di Bandung sih. Macetnya masih masuk akal dan bisa banget diperkirain kapan.

Dan yang paling susah untuk adaptasi adalah Dunia Kerja! Background saya kuliah Hubungan Internasional di FISIP UNPAR. Kayanya nggak sedikit orang yang tau betapa surgawinya kuliah saya ini. Asal rajin baca dan punya daya analisis bagus, juga kritis, dijamin kamu survive. Kuliah bebas dalam artian bisa tuker-tuker kelas sesuka hati (well nggak berlaku untuk semua dosen sih). Kalau nggak bisa bangun pagi ya masuk kelas siang. Kalau siang pengen makan dulu ya masuk kelas sore. Kalau kelas sore males pengen jalan-jalan ya masuk kelas besok. Hahaha. Background saya yang lain adalah radio. Ya apalagi ini! Saya penyiar pula. Saya dibayar tiap jam siaran. Kalau nggak siaran ya nggak dibayar. As simple as that. Dari kehidupan sosial dan profesional saya yang biasa fleksibel dan nggak terlalu mengikat juga minim rutinitas berulang, masuk kantor itu susah banget untuk saya! Saya diharapkan untuk bisa kembali bangun pagi seperti manusia normal pada umumnya sementara saya terbiasa tidur pagi. Bingung nggak tuh badan saya dipaksa untuk adaptasi dalam tempo sesingkat-singkatnya. Terus, saya jadi punya office hour dari jam setengah sembilan pagi sampai jam setengah enam sore sementara saya manusia yang hidup suka-suka saya. Dan kerjaan saya adalah sales sementara background saya HI dan radio. Nggak nyambung sama sekali.

Semua hal baru yang tumpah tumblek jadi satu di atas bikin saya stress gila-gilaan. Apalagi saya tipe orang yang membandingkan diri saya sama orang lain. Dua teman kantor saya yang juga masuk barengan sama saya jauh lebih menegrti bidang kerjaan ini karena mereka emang minat dan suka. Sedangkan saya? Pokoknya 3 bulan pertama PR Banget deh, kakaaaa!

Udah ah, cape ngetik. Mau bobo. Istirahat. Lagi sakit.

mercredi 16 novembre 2011

Leaving You Soon

Status BBM ataupun status YM saya belakangan bunyinya "Leaving You Soon" dan status ini mancing orang buat bertanya-tanya, siapa sih yang bakalan saya tinggalin? Ditambah lagi tweets saya yang akhir-akhir ini berbau-bau jatuh cinta, manja, dan pengen disayang. Padahal, kenyataannya... I've been single for more than three years and haven't found any guy that qualified enough to be mine (songong!). Ya, emang sih saya lagi punya banyak banget fling, but it doesn't mean I'm in love nor I've found Mr.Right. Seneng aja soalnya banyak kecengan sama dengan banyak penyemangat! Bener nggak?

Well, kembali ke judul saya, "Leaving You Soon". Apa sih yang bakalan saya tinggalin? Banyak!!! Dan saya sedih banget banget banget. Hmm, ninggalin masa-masa kuliah sih udah jelas ya secara saya emang udah wisuda. Terus apalagi yang bakal saya tinggalin? Here they are:

1. Bandung
This might be the hardest path of my life. Leaving a city that I've been living in for 21 years. I love the environment, the people, the atmosphere, the foods, etc. Everything about Bandung is simply amazing and comfortable. Mungkin karena saya emang dari lahir selalu tinggal di Bandung, jadi ninggalin Bandung adalah sesuatu yang berat banget untuk saya. Apalagi kalo inget betapa chill dan cozynya Bandung (kecuali macet di setiap weekend) ditambah lagi saya pindahnya ke Jakarta, kota yang selama ini selalu saya cap sebagai kota yang nggak asik, panas, nggak ramah, macet selalu, dan banyak penilaian negatif saya tentang jakarta. Pokoknya Jakarta itu ada di list paling bawah kota untuk jadi tempat tinggal. Dan sekarang, saya ngerasa kemakan omongan sendiri karena bulan ini saya bakalan mulai kerja di Jakarta! Sampai ketemu seminggu sekali, Bandung...

2. ARDAN Radio
Sebenernya dengan ninggalin Bandung, itu berarti saya bakalan ninggalin banyak hal lainnya yang saya dapat, saya punya, dan saya suka di sini, salah satunya adalah ninggalin ARDAN Radio. Saya inget banget lho perjuangan saya masuk radio anak muda nomor satu di Bandung ini. Nangis-nangis ditengah-tengah skripsi dan training karena bingung banget bagi waktu antara ngejar deadline skripsi dan jadwal training ARDAN yang padat. Belum lagi begadang untuk mixing lagu jam 2 sampai jam 4, taping dan evaluasi, juga siaran jam 2-4 pagi, sampai akhirnya saya keterima untuk jadi penyiar di radio kondang ini! Cape pasti, stress iya, tapi feeling ngerasa berhasil dapetin hal yang udah saya mimpi-mimpiin dari SMP ngalahin semuanya. Senengnya nggak karuan, tapi sekarang saya udah harus resign dari ARDAN karena saya harus pindah ke Jakarta. Rasanya? Sedih. Banget.

3. Weird Girls
Haha, they're gonna kill me if they read this post and knowing I labeled them as 'weird girls'. But as matter a fact, that's true! Saya punya lima orang teman perempuan yang beda satu angkatan di bawah saya (means, mereka angkatan 2008) namanya Ge, Niken, Mitri, Boli, Abi. Mereka tuh kocak banget, asik banget, baik banget, lucu banget, gila banget, gatau deh gimana caranya ngedeskripsiin mereka. Sejak lulus dari UNPAR, karena temen-temen 2007 udah pada pergi dari Bandung, saya jadi sering main sama bocah-bocah 2008 ini. Mereka nyenengiiiinn bangeeeett!! Seneng deh pokoknya bisa kenal sama mereka. Dan, waktu saya dapet kabar kalo saya bakalan kerja di Jakarta, salah satu hal pertama yang popped-up di kepala saya adalah: "Gue bakal pisah sama anak-anak ini deh... I'm gonna miss them."

Haahahaha, pasti kamu nemuin satu kejanggalan, deh. Sapi, lo ga akan kangen sama rumah lo? Hahahahaha, nggak tau yaaaa... Tapi, sejak saya skripsian, saya emang jarang pulang. Saya lebih prefer skripsian di kosan temen saya dan saya tinggal bareng temen saya selama 2-3 bulan sampai akhirnya skripsi saya selesai (bahkan setelah selesai, masih nginep-nginep aja tuh). Dan, saya emang bukan tipe orang rumahan. Jadi, saya belom yakin sih bakalan kangen rumah atau nggak. Hehehe.

Ngga kangen the idiots? Temen kosan? Temen nyekripsi? Kangennya udah lewat woy!! I missed 'em already! Tapi good newsnya adalah, temen-temen saya emang kebanyakan asalnya di Jakarta. Jadi kita masih bakalan sering ketemuu! Yippie!

Ngga kangen orang tua, Sap? Hmmm, gimana ya? Saya juga udah biasa pisah sama orang tua saya. Baru dua tahun belakangan ini aja saya satu rumah lagi sama orang tua saya setelah kira-kira sebelas tahun saya pisan sama mereka. Jadi, karena emang udah biasa nggak ada orang tua di rumah, saya belom bisa kangen sama orang tua saya. Hehehe.

Ngga kangen kucing lo? Lo kan sayang kucing. Saya sayang banget sama Atta. Tapi, berhubung Atta udah ilang, nggak ada kucing lain yang ngangenin. Nggak ada kucing lain yang se-sweet Atta...

Well, udah ah... Saya lagi sedih banget aja harus ninggalin hal-hal ini segera... Semoga aja langkah saya nggak salah... Amiin!

dimanche 30 octobre 2011

Just Recovered!

Recovered apaaa pula, sapi?? Cuma sakit kepala yang berlebihan aja kok. Well, sedikit pesen buat kamu yang padat kegiatan, ISTIRAHAT YANG CUKUP! Serius lho nih saya. Jarang-jarang kan saya serius. Soalnya saya habis merasakan badan nge-drop.

Aktivitas padat karya (cailah!) saya dimulai dari hari Kamis, ketika saya ngeMC di UNISBA dari jam 9 sampai jam 4, dilanjut dateng ke acara Halloween URS, lalu mengganggu teman yang ulang tahun, habis itu siaran sampe jam 2 pagi, terus bantuin temen bikin tugas, habis itu pulang ke rumah ada sesuatu yang mengejutkan sampe bikin nggak bisa tidur sama sekali, dan jam 8 udah harus ngeMC lagi di UNISBA sampai jam 5 sore. Sampe rumah jam 6 sore, rasanya badan remuk banget banget banget. Akhirnya saya tidur jam 9 malem, karena rencananya hari Sabtu jam 5 pagi saya mau ke Jakarta. Jam 5, papa bangunin saya ngasih tau udah jam 5, saya disuruh cepet-cepet mandi biar bisa langsung cuss ke Jakarta. Tapi, pas saya mulai sadar dari tidur kok saya ngerasa kepala saya kaya lagi ditendang-tendang sama orang?? Saking sakitnya kepala, saya sampe gabisa buka mata! Ini pusing terdahsyat yang pernah saya dapet!

Saya baru bisa buka mata sekitar jam 1 siang. Tapi, itupun kepalanya masih sakit banget. Jam 3 sore, saya baru bisa bales SMS atau BBM orang-orang yang udah ngantri di BB saya (macam artis aja ya gue? banyak yang ngehubungin). Jam 4 sore makan bubur ayam dan kembali tiduran. Jam 8 malem makan bubur bayi dilanjut minum paracetamol dan akhirnya sekarang saya udah ga sakit sama sekaliii!! Tapi, jadi belom bisa tidur jam segini, padahal besok pagi harus cabut ke Jakarta (again?).

Hahahaha, saya ini anak sehat ya? Sakitnya nggak pernah lama! ;)

mardi 25 octobre 2011

Hewan Pendendam

Hari ini saya nonton On The Spot yang ngebahas 7 hewan pendendam. Ada gagak, ular kobra, babi hutan, anjing chow-chow, komodo, simpanse, dan kumbang epomisman. Intinya adalah, hewan-hewan ini bakalan bales dendam ke manusia atau makhluk hidup lain yang pernah nyakitin dia atau kawanannya. Dan, dendam itu bertahan lama sampai bertahun-tahun, bahkan burung gagak bisa 'mewariskan' rasa dendam dia ke anak-cucunya!

Pas saya lagi nonton itu, yang ada di benak saya adalah: "Oh, well... Have you met my cats? Atta and Sachi?". Dua kucing kesayangan saya ini pendendam luar biasa! Mereka bakalan benci saya dalam jangka waktu yang cukup lama kalau saya ngelakuin hal-hal yang nggak mereka suka seperti nyuapin obat ke mereka atau marahin mereka. Bentuk bales dendamnya macem-macem sih. Nyakar? Pasti. Gigit? Iya. Tapi, itu sih nggak kenapa-napa. Yang paling saya benci adalah kalau mereka balas dendamnya dengan cara PUP DI KAMAR atau PUP DI SELIMUT saya!!!! Setiap kali mereka bales dendam pake cara itu, saya jadi benci maksimal ke dua kucing persia berkelakuan kampung itu!!!

Dan, barusan aja... Saya marahin Sachi gara-gara anak-anaknya dibiarin nge-gigitin boneka saya. Bukannya pelit ke anak-anak kucing yang umurnya baru sekitar satu bulanan, tapi mereka udah punya mainan, kenapa mesti gigitin boneka saya juga? Pas saya marahin, Sachi diem aja dengan tampang jutek a la kucing persia. Habis marahin Sachi, saya ke kamar mandi untuk pup. Agak lama sih saya di kamar mandi. Pas saya balik ke kamar.... WATDEFAK!!!!! Udah ada segunung tai anget di kamar saya!!!! Untung ngga di selimut!!! Dan Sachi duduk beberapa centimeter dari tai anget itu sambil ngeliatin saya seolah-olah ngomong: "Mampus lo! Gue kasih tai nih! Siapa suruh marahin gue!". Saya kesel banget!! Saya langsung ambil perlengkapan bersihin tai sambil marah-marah. Pas saya jongkok buat bersihin tai, si Sachi melengos dengan sombongnya sambil ngibasin ekornya pas di depan muka saya! PUCK YOU!

Lagi asik bersihin tainya Sachi, ada dua bocah tengil bernama Iy dan Dey yang merupakan hasil perkawinan Sachi dan Remi mengendap-endap masuk ke kamar. Saya cuekin aja karena saya lagi asik bersihin tai mama mereka (sumpah, bersihin tai tuh ga ada asik-asiknya!!). Setelah lantai kamar saya mengkilap dan harum lagi, dua bocah tengil itu mengendap-endap keluar lagi. Mencurigakan. Jangan-jangan mereka dihasut Sachi untuk ngerjain gue... Dan... BENER DONG!!!! Pas saya berdiri, beberapa centimeter di belakang kaki saya, ada dua tai anget yang kecil-kecil (ya sesuai dengan pantat mereka yang masih kecil, tai mereka juga kecil-kecil)!!! MATHAFAKAH!! Bener-bener ya! Sachi nyuruh anak-anaknya pup di kamar saya!!! Nyebelin!!!